Gizi Buruk Anak, Antara Pemenuhan Nutrisi atau Memperbaiki Ekonomi.
Awaludin Arifin
Elmansyur Peduli: Dari beberapa kasus gizi buruk yang ditemukan pada anak-anak memperlihatkan adanya korelasi yang jelas antara kondisi perekonomian orang tua dengan ketercukupan gizi anak. Anak yang terlahir dari keluarga dengan latar belakang ekonomi tertinggal sangat memungkinkan baginya untuk tumbuh dengan keterbatasan nutrisi sehingga dapat menghambat pertumbuhan secara normal. Tidak hanya itu, anak-anak juga akan menghadapi resiko penyakit kronis yang berefek jangka panjang.
Artinya, penangan gizi buruk pada anak tidak cukup hanya dengan memenuhi gizi anak itu sendiri. Pemulihan gizi tentu adalah pilihan utama sekaligus segera, tetapi pemulihan ekonomi keluarga juga tidak kalah pentingnya untuk disegerakan. Anak-anak yang mengalami gizi buruk harus diutamakan pemulihannnya. Selain memenuhi nutrisi juga pemulihan terhadap berbagai penyakit yang diidapnya. Sebab dari beberapa kasus yang kami temukan. Anak dengan kasus gizi buruk biasanya mengidap penyakit tertentu yang dapat memengaruhi masa depannya
Keterlibatan Bersama
berbagai diskusi pernah dilakukan untuk menjawab persoalan gizi buruk ini. Diantara pertanyaan penting yang kerap ditanyakan ialah "mengapa anak mengalami gizi buruk, sedangkan ia hidup di lingkungan sosial yang mapan"
Anak yang mengalami gizi buruk biasanya ditemukan di wilayah pedesaan yang jauh dari pusat pemerintahan dan akses transportasi umum serta sarana kesehatan publik yang tidak memadai. Selain itu kasus gizi buruk juga sering juga ditemukan di wilayah pesisir dan pinggiran kota.
Khusus di wilayah pedesaan mengidikasikan adanya kecenderungan kondisi perekonomian yang serupa antara satu rumah dengan rumah tangga lainnya. Kemiskinan di wilayah pedesaan lebih terbuka ketimbang di wilayah perkotaan. Badan Pusat Statistik mencatat dari 26,16 juta orang miskin di Indonesia 14,34 juta diantaranya berada di wilayah pedesaan.
Masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan tidak hanya saja dihadapi oleh masalah terbatasnya sumber penghasilan sebagai penopang perekonomian keluarga. Terbatasnya sarana fasilitas publik juga cukup memengaruhi pendapatan keluarga. Warga desa yang bekerja sebagai petani harus mengeluarkan cost yang cukup besar untuk bisa mendistribusikan hasil pertanian mereka ke wilayah perkotaan.
Dapat dikatakan lingkungan sosial belum mampu seutuhnya untuk diandalkan dalam membantu tetangganya yang mengalami kasus gizi buruk. Sebab warga desa memiliki keadaan yang sama dengan rumah tangga yang memiliki anak dengan kasus gizi buruk. Modal hospitality yang identik dengan karakteristk warga desa saja tidak memadai sebagai solusi untuk menangani masalah ini.
Kondisi warga desa berbanding terbalik dengan kasus gizi buruk yang dialami oleh warga kota. Tingkat kemiskinan kota relatif lebih sedikit ketimbang warga desa yaitu 11,82 juta jiwa dari total 26,16 juta warga miskin di Indonesia. Kemiskinan di wilayah perkotaan cenderung dikarenakan perebutan sumber penghasilan dari banyak orang sedangkan ketersediaan sumber daya terbatas.
Faktor lainnya ialah pola hidup masyarakat kota dan budaya konsumtif masyarakatnya. Salah satu diantaranya ialah konsumsi rokok yang menguras hampir 1/4 dari pendapatan keluarga. Studi yang dilakukan oleh Center of Disaese Control and Prevention mencatat rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membeli rokok sebesar Rp. 538.408 tiap bulannya atau setara dengan Rp. 6.339.320 tiap tahunnya.
Awaludin Arifin
Founder Kreasi Institut
Baca artikel detikfinance, "Berapa Banyak Uang yang Anda Keluarkan untuk Rokok?" selengkapnya https://finance.detik.com/perencanaan-keuangan/d-3647217/berapa-banyak-uang-yang-anda-keluarkan-untuk-rokok.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Baca artikel detikfinance, "Berapa Banyak Uang yang Anda Keluarkan untuk Rokok?" selengkapnya https://finance.detik.com/perencanaan-keuangan/d-3647217/berapa-banyak-uang-yang-anda-keluarkan-untuk-rokok.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Post a Comment